allpollung

October 01, 2013

Program percepatan pemanfaatan bahan bakar nabati

Program percepatan pemanfaatan bahan bakar nabati

allpollung
Logo ESDM
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo didampingi oleh Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Rida Mulyana, pada hari Kamis, tanggal 29 Agustus 2013 memberikan paparan melalui konferensi pers mengenai upaya Pemerintah menurunkan besaran impor Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan cara meningkatkan pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN) untuk dicampurkan dalam BBM sebagai biofuel. Upaya ini merupakan salah satu paket Kebijakan Ekonomi guna memperbaiki defisit transaksi berjalan dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.


Biofuel terdiri dari biodiesel (substitusi solar), bioethanol (substitusi bensin) dan minyak nabati murni- Pure Plant Oil/PPO (substitusi BBM pada pembangkit listrik berbasis bahan bakar minyak-PLTD).

Pemanfaatan BBN telah dimulai sejak tahun 2006 dengan diterbitkannya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006. Sejak tahun 2009, Pemerintah telah memberlakukan kebijakan mandatori pemanfaatan BBN pada sektor transportasi, industri dan pembangkit listrik melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. Saat ini, kapasitas terpasang biodiesel telah mencapai 5,6 juta kL/tahun dari 25 produsen biodiesel yang telah memiliki izin usaha niaga BBN. Sebesar 4,5 juta kL/tahun diantaranya telah siap berproduksi. Sementara itu, kapasitas produksi bioetanol tercatat sebesar 416 ribu kL/tahun dari 8 produsen bioetanol yang telah memiliki izin usaha niaga BBN, dan yang siap berproduksi mencapai 200 ribu Kl/tahun.

Sebagai gambaran, produksi biodiesel di dalam negeri pada tahun 2012 sebesar 2,2 juta kL, atau meningkat 4 kali lipat dari tahun 2010 yang hanya sekitar 500 ribu KL. Sedangkan pada tahun berjalan (per tanggal 11 Agustus 2013), produksi biodiesel telah mencapai 954 ribu kL, dan yang dimanfaatkan di dalam negeri sebesar 462 ribu kL. Produksi dan pemanfaatan biodiesel tersebut memang menunjukkan peningkatan setiap tahunnya, apalagi setelah Pemerintah mulai meningkatkan volume pencampuran biodiesel pada minyak solar menjadi 7,5% pada awal 2012 dari sebelumnya hanya 5%. Namun jika dilihat dari kapasitas terpasang industri  biodiesel nasional yang mencapai 5,6 juta kL/tahun, pemanfaatan biodiesel di dalam negeri masih sangat kecil dan memiliki peluang untuk dioptimalkan. Untuk pemanfaatan bioethanol, sejak tahun 2010 tidak dapat direalisasikan dikarenakan faktor Harga Indeks Pasar (HIP) bioethanol belum cukup menarik bagi produsen bioethanol.

Hingga saat ini, Pemerintah telah melaksanakan implementasi pemanfaatan BBN pada:
a.     Sektor transportasi (B-7,5 pada BBM PSO dan B-2 pada BBM Non PSO);
b.    ubsektor industri (B-2 industri pertambangan mineral dan batubara) dan akan diperluas pada subsektor industri lainnya secara bertahap; dan
c.    ektor pembangkitan listrik. 

Pemerintah, dengan persetujuan DPR RI, telah menyediakan alokasi subsidi untuk pemanfaatan biodiesel di sektor transportasi PSO sebesar Rp 3000/liter dan bioethanol Rp 3500/liter pada APBN-P 2013 dan RAPBN 2014. Sebagai informasi tambahan, harga rata-rata solar industri 2013: Rp 8.078/liter; Harga Indek Pasar rata-rata biodiesel 2013: Rp 7.895/liter; dan HIP rata-rata solar 2013: Rp 7.478/liter. Perbedaan harga untuk pencampuran BBN pada BBM Non PSO dilakukan dengan mekanisme pasar, sedangkan perbedaan harga untuk pencampuran biodiesel pada BBM PSO dan PLN ditanggung melalui mekanisme subsidi.

Sebagai implementasi Paket Pertama Kebijakan Ekonomi tersebt di atas, Pemerintah telah menetapkan langkah percepatan pemanfaatan biodiesel dengan meningkatkan target mandatori pemanfaatan biodiesel di seluruh sektor  (tranportasi PSO dan Non PSO, industri, komersial, dan pembangkit listrik) melalui perubahan terhadap Peraturan Menteri ESDM No. 32 Tahun 2008. Target dari penerapan percepatan dan peningkatan mandatori pemanfaatan biodiesel pada 2013 (September s.d. Desember 2013) diharapkan dapat menghemat BBM impor jenis solar sebesar 1,3 juta kL (meningkat sebesar 250% dari target awal) dan pada tahun 2014 sebesar 4,4 juta kL, sehingga dalam satu tahun ke depan terjadi penurunan impor BBM jenis solar sebesar 5,6 juta KL atau memberikan penghematan devisa sebesar 4.096 juta USD.

Penerapan mandatori pemanfaatan biodiesel akan diberlakukan untuk seluruh Badan Usaha Pemegang Ijin Usaha Niaga Umum BBM dan Pengguna Langsung BBM, serta Badan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik. Pengertian dari Pengguna Langsung BBM adalah perorangan maupun Badan Usaha yang menggunakan BBM untuk kepentingan sendiri dan tidak untuk tujuan komersial.

Pada sisi teknis, peningkatan pencampuran 10% biodiesel dalam minyak solar (B-10) dapat langsung dilaksanakan karena telah memenuhi standar spesifikasi BBM jenis solar yang diatur dalam SK Dirjen Migas No. 3675K/24/DJM/2006. Standar kualitas biodiesel saat ini telah diperbaharui dengan mengacu kepada SNI 7182:2012 dan Keputusan Dirjen EBTKE No. 723 K/10/DJE/2013. Sedangkan untuk standar kualitas bioethanol mengacu kepada SNI 7390:2012 dan Keputusan Dirjen EBTKE No. 722 K/10/DJE/2013. Pencampuran bioethanol ke dalam BBM jenis bensin hingga maksimum 10%-vol telah diatur di dalam Keputusan Dirjen Migas No. 23204.K/10/DJM.S/2008. Untuk standar kualitas minyak nabati murni untuk Bahan Bakar Motor Diesel Putaran Sedang mengacu pada Keputusan Dirjen EBTKE No. 903 K/10/DJE/2013.

Untuk memastikan pelaksanaan pemanfaatan BBN berjalan lancar sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga BBN (Biofuel), Pemerintah akan meningkatkan koordinasi lintas sektoral antara Ditjen EBTKE, Ditjen Migas, BPH Migas, Ditjen Ketenagalistrikan, Ditjen Minerba, dan kementerian/lembaga terkait; khususnya dalam hal law enforcement dan pengawasan pelaksanaannya di lapangan. Bagi para pelaku usaha yang tidak mengindahkan kewajiban pemanfaatan BBN akan dikenakan sanksi; mulai dari peringatan tertulis hingga pencabutan ijin usaha yang bersangkutan.

Sebagai bentuk dukungan terhadap Paket Kebijakan Ekonomi sebagaimana disebutkan di atas, para pihak terkait diwajibkan untuk memaksimalkan pemanfaatan BBN hasil produksi dalam negeri. Hal tersebut perlu dilakukan agar manfaat dari penggunaan BBN; antara lain peningkatan ketahanan energi nasional, peningkatan cadangan devisa nasional, peningkatan investasi dalam negeri, penciptaan lapangan kerja dan pengembangan usaha, hingga dampak pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dapat langsung dirasakan.(esdm)

No comments:

Post a Comment