Tantangan Pembangunan Ketahanan Pangan Nasional
Jumlah
dan pertambahan penduduk Indonesia yang tinggi merupakan prioritas utama dalam
mengembangkan pertanian Indonesia, khususnya pangan. Dengan adanya
dinamika di tingkat global akibat dari perubahan iklim, kelangkaan energi,
finansial, telah merubah gagasan bahwa masalah pangan tidak dapat dipecahkan
dengan hanya memperbaiki sistem distribusi pangan global, tetapi masing-masing
negara harus memperkuat ketahanan pangannya. Presiden SBY
menegaskan kepada Gubernur, Bupati, Walikota, dan DPRD pada Rapimnas 10 Januari
2011 bahwa Meskipun dalam system perdagangan kita bisa membeli atau menjual,
tetapi untuk pangan kita harus menuju kemandirian pangan. Dalam
menjawab review yang dilakukan oleh Tim OECD, Menteri Pertanian
mengingatkan bahwa dalam Kebijakan Ketahanan Pangan tercakup kebijakan
Kemandirian Pangandan Kedaulatan Pangan. Masalah pangan tidak boleh
bertumpu pada ketersediaan pangan dari luar, tetapi harus bertumpu pada
ketersediaan pangan dari dalam negeri, tidak boleh bertumpu pada Multi Nasional
Coorporate. Investasi memang diperlukan untuk akselerasi pertumbuhan ekonomi
nasional. Upaya peningkatan produksi pangan nasional harus dapat
dimanfaatkan agar petani mampu memperoleh peningkatan pendapatan dan kesejahteraannya.
(1)
pengurangan susut panen 1,5
%/tahun,
(2)
penurunan konsumsi beras
1,5% per kapita/thn,
(3)
peningkatan produktivitas
dari 5,1 ton/ha menjadi 5,7 ton/ha dan Indeks Panendari 1,5 menjadi 1,7 melalui
perbaikan 18,8%/thn dari total jaringan irigasi, penggunaan pupuk
berimbang 70% dari total luas tanam, benih varietas unggul bermutu
minimal 60%, pengendalian OPT dengan PHT dan spot stop mencapai 70%,
peningkatan intensitas penyuluhan 50% dari total desa.
(4)
penambahan luas sawah
seluas 130.000 ha. Target tersebut, disusun dari asumsi-asumsi yang
logis atas dasar kemampuan yang ada dan keterlibatan sektor-sektor lain di luar
Kementerian Pertanian baik dalam penyusunan simulasi maupun di dalam
implementasinya ke depan.
Sumber : Deptan